SD N 02 Selokaton, Kec. Gondangrejo, Kab. Karanganyar, Prov. Jawa Tengah >>> ”TERWUJUDNYA SISWA SDN 02 SELOKATON YANG TAQWA UNGGUL HANDAL TANGGAP IPTEK DAN BERKARAKTER PANCASILA”>

Friday, October 7, 2016

Pembelajaran Budi Pekerti Melalui Metode Cooperative learning




Posted by : Suryo Hanjono




1. Pendahuluan
Pendidikan moral atau budi pekerti atau akhlak sampai saat ini masih menjadi fokus pembicaraan yang menarik untuk selalu dikaji dan dicarikan solusinya. Hal itu mungkin karena tuntutan pada zamannya, sejak beberapa dekade yang lampau, disadari atau tidak, secara tidak formal masyarakat kita berasumsi bahwa manusia yang berkualitas adalah manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara legal formal tujuan pendidikan nasional lebih luas dari hal tersebut. Manusia berkualitas adalah manusia yang dapat mengembangkan segala potensinya menuju pada keseimbangan antara berbagai unsur yaitu: kognitif, psikomotorik, dan afektif. Tetapi di masyarakat konsep manusia berkualitas berhenti pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sering dijumpai bahwa manusia dikatakan sukses hanya dilihat dari faktor kehidupan ekonominya dan mengabaikan kehidupan spiritual manusia itu sendiri.


Sistem kompetisi yang selama ini diterapkan dalam pembelajaran dan penilaian, semakin menjauhkan anak dari keinginan untuk mengembangkan budi pekerti. Menurut Lie (2004) dalam pembelajaran kompetisi siswa belajar dalam suasana persaingan. Dalam persaingan siswa yang dianggap unggul adalah anak yang memenangkan persaingan, dan untuk memenangkan persaingan siswa harus mengalahkan yang lain. Sering dijumpai seorang anak yang mau memenangkan persaingan harus melakukan berbagai upaya yang kadang-kadang “jahat” untuk mengalahkan pesaingnya.



2. Pembahasan



2.1 Makna Pendidikan


Terdapat beberapa rumusan makna pendidikan yang telah dikemukakan oleh para pakar sesuai dengan sudut pandang dan konteks penggunaan masing-masing rumusan tersebut. Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin “educare” berarti memasukkan sesuatu (Hasan Langgulung, 1988: 4). Dalam konsteks ini, istilah pendidikan dapat dimaknai sebagai proses menanamkan nilai-nilai tertentu ke dalam kepribadian anak didik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan dimaknai sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam suatu usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran itu sendiri". Dalam konteks formal, makna pendidikan sebagaimana tertulis dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal I adalah: "Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara".
Lembaga pendidikan atau sekolah pada dasarnya merupakan salah satu harapan masyarakat (sebagai wakil orang tua) untuk mewariskan atau menanamkan nilai-nilai moral/budi pekerti yang bersumber pada norma, etika, tradisi budaya yang dianutnya kepada generasi mereka. Oleh karena itu bagi masyarakat, lembaga pendidikan di samping diharapkan mampu mengembangkan kemampuan berfikir dan ketrampilan hidup, juga diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai budaya luhur kepada anak didiknya.


2.2 Makna Budi Pekerti 

Budi pekerti berasal dari kata budi dan pekerti. Budi menurut Suriasumantri (1994) merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar, instink, perasaan, pikiran, kemauan, dan fantasi. Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan lingkungan. Kemudian Salam (2000) menyatakan bahwa budi tumbuh di dalam jiwa, bila sudah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal nilainya adalah dari dalam jiwa, semasih menjadi angan, imaji, cita, niat hati sampai ia lahir ke luar berupa perbuatan nyata. Dalam kaitan dengan ini perbuatan dibedakan menjadi: (1) tujuannya baik, tetapi cara mencapainya tidak baik, (2) tujuannya tidak baik, tetapi cara mencapainya kelihatannya baik, (3) tujuannya tidak baik, cara mencapainya juga tidak baik, (4) tujuannya baik, dan cara mencapainya juga baik. Jika tingkah laku seseorang termasuk dalam klasifikasi yang ke empat (tujuannya baik dan cara mencapainya juga baik) maka orang tersebut disebut berbudi pekerti yang baik atau berbudi pekerti luhur. Sementara jika tingkah laku seseorang termasuk klasifikasi yang lain, seseorang yang melakukan tingkah laku itu disebut berbudi pekerti kurang baik atau tidak luhur.



2.3 Pembelajaran Kooperatif. 

Pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Lie (2004) adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan atas falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang amat penting artinya bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa kerja sama, menurut Lie (2004) kehidupan manusia akan punah. Oleh karena itu orang lain adalah kawan untuk diajak bekerja sama, bukan musuh yang harus dikalahkan. Dalam pembelajaran kooperatif seorang siswa harus bekerja sama dengan siswa yang lain dalam suatu kelompok untuk mencapai prestasi bersama, bukan harus dikalahkan untuk mencapai prestasi individual. Menurut Johnson & Johnson (1994) untuk mencapai hasil yang maksimal, dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong. Kelima unsur tersebut meliputi : (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota, dan (5) evaluasi proses kelompok.
Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif menurut Slavin (1995) dibedakan menjadi 6 macam, yaitu
  1. Divisi Tim Siswa Berprestasi (Student Team Achievement- Divition=STAD). Dalam bentuk ini siswa belajar dalam sebuah tim. Tiap anggota bertanggung jawab pada tugasnya sendiri dan memberikan kontribusi kepada anggota tim lainnya untuk dapat berprestasi bersama-sama secara optimal.
  2. Tim Turnamen Bermain (Teams-Games-Tournament=TGT). Bentuk ini sama seperti STAD tetapi soal mingguan diganti dengan pertandingan antar kelompok yang berbentuk kuis. Umumnya anggota kelompok ini bersifat homogen dalam hal kemampuan. Tiap kelompok terdiri atas 3 orang anggota yang dipilih dari kelompok sebagai wakil kelompok dengan kemampuan beragam.
  3. Tim Individuasi Berbantuan. Pada dasarnya bentuk ini merupakan kombinasi antara belajar kooperatif dengan belajar individu. Dalam hal ini siswa tetap dikelompokkan, tetapi setiap siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing . Namun masing-masing anggota kelompok saling membantu dan saling mengecek.
  4. Gergaji Silang (Jigsaw) Teknik ini mengisyaratkan bahwa setiap anggota kelompok diberi tugas berbeda, diharapkan nantinya masing-masing kelompok untuk menceritakan atau menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya dan bekerja secara berkelompok untuk menemukan sains yang berdasarkan pada aktivitas yang berorientasi sains, lalu menyampaikannya pada kelompok lainnya.
  5.  Investigasi kelompok. Dalam penerapan metode Investigasi kelompok siswa diberikan informasi jauh sebelumnya berkaitan dengan konsep yang akan diajarkan, sehingga guru dapat dengan penuh mengimplementasikan kompetensi-kompetensi siswa setelah pembelajaran dimulai. Bentuk ini sama seperti gergaji silang hanya saja siswa sebagai salah satu anggota kelompok menyajikan kepada tim lainnya apa yang telah dipelajari.
  6.  Belajar Bersama (Learning Together/TG). Belajar bersama adalah metode pembelajaran kooperatif yang kemungkinannya paling banyak digunakan dari metode-metode pembelajaran kooperatif lain dan telah dicobakan dengan jumlah yang paling besar dari pembelajaran metode kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif penekanannya terletak pada aspek sosial dan menggunakan kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, artinya siswa dalam satu kelompok ada yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jenis kelamin yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar siswa yang kemampuannya rendah dapat dibantu oleh siswa yang memiliki kemampuan tinggi untuk menghasilkan pemikiran dan tantangan miskonsepsi sebagai unsur kuncinya.



2.4 Pembelajaran Kooperatif dan Pengembangan Budi Pekerti 

Apakah melalui pembelajaran kooperatif budi pekerti dapat dikembangkan? Dalam pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan di atas, ada 5 unsur dimana dalam penerapan unsur-unsur ini tiap-tiap anggota kelompok mengerjakan bagian-bagian tertentu dari suatu tugas yang merupakan satu kesatuan. Untuk menyelesaikan tugas secara keseluruhan diperlukan tanggung jawab pribadi sekaligus tanggung jawab bersama. Masing-masing anggota kelompok harus bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya, tetapi menyelesaikan tugas pribadi saja secara baik belum cukup, sebab jika anggota kelompok lain tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik maka tugas secara keseluruhan tidak akan terselesaikan dengan baik. Proses belajar seperti ini akan melatih siswa untuk terbiasa bertanggung jawab secara pribadi sekaligus bertanggung jawab bersama-sama. Proses pembelajaran seperti ini juga akan membuat siswa mengerti apa yang tak boleh dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan sehingga kerja sama dalam kelompok menjadi kohesif, efektif sekaligus efisien. Dalam proses pembelajaran seperti ini juga akan mengembangkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi antara anggota yang satu dengan yang lainnya. Mereka belajar bahwa kerja sama yang baik akan menghasilkan penyelesaian tugas yang baik. Di samping itu, mereka mengerti bahwa kerja sama yang baik baru bisa dibangun jika masing-masing anggota bertanggung jawab sendiri-sendiri terlebih dahulu. Sekaligus mereka belajar menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain. Dalam hal ini mereka belajar betapa penting peranan diri dan peranan orang lain dalam menyelesaikan suatu persoalan. Dalam penerapan unsur komunikasi antar anggota, para siswa belajar bagaimana menegur orang lain tanpa menimbulkan ketersaingan bagi orang lain, bagaimana memuji orang lain tanpa terkesan mencari muka, dan lain sebagainya. Begitu juga mereka belajar menerima kritik secara bijaksana, menjadikan kritik sebagai motivasi, bagaimana bertoleransi terhadap kekurangan orang lain, dan sebagainya.


Pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995) tidak hanya merupakan teknik instruksional untuk meningkatkan prestasi akademik siswa (student achievement), tetapi juga cara untuk meningkatkan kemampuan afeksi dan kemampuan interpersonal. Sementara menurut Douglass (dalam Slavin, 1990) pembelajaran kooperatif mampu mengembangkan keterampilan-keterampilan kerja sama yang amat penting (basic cooperative skills) seperti: mendengarkan secara aktif, memberikan balikan secara konstruktif, respek terhadap orang lain, melibatkan orang lain dalam diskusi, dan lain sebagainya.
Hal-hal yang dapat dipelajari atau dikembangkan dalam pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan di atas merupakan unsur-unsur penting dari budi pekerti. Karena budi pekerti perilaku terhadap orang lain yang didasari oleh niat yang baik dan dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan prestasi akademik siswa tetapi juga untuk mengembangkan budi pekerti.


3. Penutup 

Budi pekerti dapat diartikan sebagai tingkah laku yang didasari oleh niat, kehendak, pikiran tertentu dan dilakukan dengan cara tertentu pula. Budi pekerti yang baik (luhur) adalah suatu tingkah laku yang didasari oleh niat, kehendak, pikiran yang baik dan dilakukan dengan cara yang baik pula. Selama budi pekerti diabaikan, maka selama itu hidup bersama yang damai dan bahagia hanya akan menjadi ilusi yang tidak akan pernah bisa tercapai. Karenanya budi pekerti amat penting bagi upaya menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan atas falsafah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Tanpa kerja sama, kehidupan manusia akan punah.
Pembelajaran kooperatif sangat cocok diterapkan tidak hanya untuk meningkatkan prestasi akademik siswa tetapi juga untuk mengembangkan budi pekerti.
Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan agar guru-guru mempelajari secara seksama dan menerapkan pembelajaran kooperatif di kelas guna dapat meningkatkan budi pekerti dan prestasi belajar para siswa.


DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Smith, K. A. (1989). Cooperative learning. Interaction Book Company.
Kartawan, Arya I Made. 2003. Pengaruh Metode Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil
Belajar Kimia (Studi Eksperimentasi pada Siswa SMU Negeri di Kota Singaraja), Tesis Singaraja : Program Pasca Sarjana IKIP Negeri Singaraja.
Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: 
Grasindo.
Murda, I. N. (2006). Pembelajaran kooperatif untuk mengembangkan budi pekerti. Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran, 39(3), 624-638. 

No comments: