SD N 02 Selokaton, Kec. Gondangrejo, Kab. Karanganyar, Prov. Jawa Tengah >>> ”TERWUJUDNYA SISWA SDN 02 SELOKATON YANG TAQWA UNGGUL HANDAL TANGGAP IPTEK DAN BERKARAKTER PANCASILA”>

Friday, August 3, 2012

Perkembangan Bahasa Peserta Didik Usia Dini


Bottom of Form

Dari lahir sampai kurang lebih usia 2 tahun, bayi memahami dunia mereka melalui pancaindera mereka. Pengetahuan mereka didasarkan pada tindakan-tindakan fisik, dan pemahaman mereka terbatas pada kejadian-kejadian saat ini atau tidak jauh dari waktu lampau. Hanya apabila akan-anak mengalami transisi dari tahap sensorimotor ke tahap praoperasional (pada usia sekitar 2 tahun) dan mulai berbicara dan menggunakan pikiran-pikiran atau konsep-konsep untuk memahami dunia mereka. Meskipun demikian, selama tahap praoperasional, pikiran-pikiran mereka masih pralogis, terkait dengan tindakan-tindakan fisik dan cara bagaimana benda-benda tampak pada mereka. Kebanyakan peserta didik tetap berada pada tahap praoperasional perkembangan kognitif sampai mereka berusia 7 atau 8 tahun.

Normalnya anak-anak mengembangkan keterampilan-keterampilan berbahasa dasar sebelum masuk sekolah. Perkembangan bahasa meliputi dua-duanya, komunikasi lisan dan tertulis. Kemampuan-kemampuan verbal berkembang amat dini, dan menjelang usia 3 tahun, peserta didik-peserta didik sudah menjadi pengoceh yang terampil. Pada akhir masa anak usia dini, mereka dapat menggunakan dan memahami sejumlah besar kalimat, dapat terlibat dalam pembicaraan yang berkelanjutan, dan mengetahui tentang bahasa tulisan (Gleason, 1981).

Meskipun terdapat perbedaan individual dalam kecepatan peserta didik memperoleh kemampuan berbahasa, urutan perolehan itu serupa untuk seluruh peserta didik. Pada sekitar usia 1 tahun, anak-anak mengucapkan ungkapan-ungkapan satu-kata seperti “da-da” dan “mama”. Kata-kata ini secara khusus menyatakan objek-objek dan kejadian-kejadian yang penting bagi peserta didik tersebut. Sepanjang perjalanan kehidupan tahun kedua, perbendaharaan kata anak bertambah, bersamaan dengan pengetahuan mereka tentang aturan-aturan bahasa lisan. Menjelang waktu mereka mulai sekolah, anak-anak telah menguasai hampir seluruh aturan-aturan tatabahasa, dan perbendaharaan kata mereka terdiri dari ribuan kata-kata.

1.               Bahasa Latin.
Perkembangan bahasa lisan, tidak hanya memerlukan belajar kata-kata tetapi juga belajar aturan-aturan penyusunan kata dan kalimat. Sebagai misal, anak-anak Amerika belajar aturan-aturan bagaimana membentuk kata jamak sebelum mereka masuk taman kanak-kanak. Berko (1985) menunjukkan kepada anak-anak pendidikan anak usia dini  sebuah gambar burung, yang disebut “Wug”. Ia kemudian menunjukkan kepada mereka dua gambar seperti itu yang sama dan mengatakan “Sekarang ada satu lagi yang lain. Jadi ada dua .” Anak-anak itu menjawab, “Wugs”, ia menunjukkan bahwa mereka dapat menerapkan aturan-aturan umum untuk pembentukan kata jamak pada suatu situasi baru.

2.               Membaca.
Belajar membaca pada kelas rendah SD merupakan salah satu yang paling penting dari seluruh tugas pengembangan dan masyarakat sering memandang keberhasilan sekolah sebagai keberhasilan membaca. Proses belajar membaca dapat mulai sejak dini apabila peserta didik-peserta didik telah terbiasa dengan lingkungan membaca. Penelitian pada pemunculan kemampuan membaca atau emergent literacy (Gletzer & Burke, 1994) telah menunjukkan bahwa anak-anak dapat membaca dan pengetahuan ini menyumbang kepada keberhasilan dalam pembelajaran membaca di sekolah. Sebagai misal,  anak-anak kecil sering telah belajar konsep bahwa tulisan huruf cetak disusun dari kiri ke kanan, spasi antar kata-kata mempunyai maksud, dan buku dibaca dari muka ke belakang, banyak anak-anak masa usia dini  dapat “membaca” buku dari awal sampai akhir dengan menginterpretasikan gambar-gambar pada tiap halaman. Mereka memahami alur cerita dan sering dapat meramal apa yang akan terjadi selanjutnya pada cerita yang sederhana.

Telah terjadi debat berkepanjangan tentang metode pembelajaran membaca. Sejumlah guru memilih pembelajaran langsung tentang foniks, sedangkan yang lain menentang cara ini. Istilah bahasa seutuhnya atau whole language (Goodman & Goodman, 1989) digunakan untuk mengacu pada suatu rentang praktek pembelajaran yang luas yang berusaha untuk meninggalkan pembelajaran membaca sebagai suatu himpunan keterampilan diskret. Bahasa seutuhnya menekankan peserta didik membaca seluruh cerita dan novel artikel surat kabar, dan materi nyata lainnya. Strategi ini menekankan keterpaduan membaca dengan menulis dan menulis untuk tujuan dan pembaca yang sebenarnya.


3.               Menulis.
Kebanyakan anak-anak mulai memahami dasar-dasar menulis selama masa awal. Anak-anak seusia 3 tahun mengenali perbedaan antara tulisan dan lukisan. Mereka secara bertahap mulai membedakan karakteristik tulisan yang khusus, misalnya apakah garis-garis itu lurus atau lengkung, terbuka atau tertutup, diagonal, horizontal, atau vertikal, dan bagaimana orientasi garis-garis itu. Namun pada saat duduk di bangku sekolah dasar, banyak peserta didik yang terus menerus bingung membedakan huruf-huruf seperti b dan d serta p dan q sampai mereka meyadari bahwa orientasi huruf-huruf itu merupakan karakteristik yang penting (Temple, Nathan, Temple, & Burris, 1993).


Banyak implikasi kedalam pembelajaran yang diperoleh dari mempelajari perkembangan bahasa peserta didik mengambil temuan dari dua sumber, yakni perilaku orang tua yang mendorong perkembangan bahasa lisan dan studi tentang anak-anak kecil yang belajar membaca tanpa pembelajaran formal di kelas. Rekomendasi yang paling sering diberikan termasuk membacakan bacaan untuk anak-anak, mengelilingi peserta didik-peserta didik dengan buku-buku dan materi tercetak lainnya, menyediakan berbagai macam materi tulisan, mendorong membaca dan menulis, dan tanggap terhadap pertanyaan-pertanyaan anak-anak tentang huruf, kata, dan ejaan (Schickedanz, 1982; Vukelich & Golden, 1984).

Guru dapat memperkaya ruang kelas dengan berbagai macam kelengkapan. Kelas dapat memiliki fasilitas penulisan yang dilengkapi bahan seperti komputer, huruf-huruf magnet, kapur tulis, pensil, krayon, marker, dan kertas. Guru dapat mendorong keterlibatan anak dengan tulisan dengan cara membaca dalam kelompok-kelompok kecil, menyediakan tutor membaca untuk anak-anak secara individual, dan mengijinkan anak-anak untuk memilih buku untuk dibaca. Pengalaman-pengalaman membaca bersama tutor yang telah dikenal secara akrab mengijinkan anak-anak untuk membuka-buka halaman buku, berhenti sejenak untuk melihat-lihat gambar atau mengajukan pertanyaan, dan membaca bersama-sama dengan tutor dewasa. Pengalaman-pengalaman ini tidak akan dapat terjadi begitu saja jika guru duduk di depan kelas sambil membaca untuk kelompok peserta didik yang besar


No comments: