Dari lahir sampai kurang lebih usia 2 tahun, bayi
memahami dunia mereka melalui pancaindera mereka. Pengetahuan mereka didasarkan
pada tindakan-tindakan fisik, dan pemahaman mereka terbatas pada
kejadian-kejadian saat ini atau tidak jauh dari waktu lampau. Hanya apabila
akan-anak mengalami transisi dari tahap sensorimotor ke tahap praoperasional
(pada usia sekitar 2 tahun) dan mulai berbicara dan menggunakan pikiran-pikiran
atau konsep-konsep untuk memahami dunia mereka. Meskipun demikian, selama tahap
praoperasional, pikiran-pikiran mereka masih pralogis, terkait dengan
tindakan-tindakan fisik dan cara bagaimana benda-benda tampak pada mereka.
Kebanyakan peserta didik tetap berada pada tahap praoperasional perkembangan
kognitif sampai mereka berusia 7 atau 8 tahun.
Normalnya anak-anak mengembangkan
keterampilan-keterampilan berbahasa dasar sebelum masuk sekolah. Perkembangan
bahasa meliputi dua-duanya, komunikasi lisan dan tertulis. Kemampuan-kemampuan
verbal berkembang amat dini, dan menjelang usia 3 tahun, peserta didik-peserta
didik sudah menjadi pengoceh yang terampil. Pada akhir masa anak usia dini,
mereka dapat menggunakan dan memahami sejumlah besar kalimat, dapat terlibat
dalam pembicaraan yang berkelanjutan, dan mengetahui tentang bahasa tulisan (Gleason,
1981).
Meskipun terdapat perbedaan individual dalam
kecepatan peserta didik memperoleh kemampuan berbahasa, urutan perolehan itu
serupa untuk seluruh peserta didik. Pada sekitar usia 1 tahun, anak-anak
mengucapkan ungkapan-ungkapan satu-kata seperti “da-da” dan “mama”. Kata-kata
ini secara khusus menyatakan objek-objek dan kejadian-kejadian yang penting
bagi peserta didik tersebut. Sepanjang perjalanan kehidupan tahun kedua,
perbendaharaan kata anak bertambah, bersamaan dengan pengetahuan mereka tentang
aturan-aturan bahasa lisan. Menjelang waktu mereka mulai sekolah, anak-anak
telah menguasai hampir seluruh aturan-aturan tatabahasa, dan perbendaharaan
kata mereka terdiri dari ribuan kata-kata.
1.
Bahasa Latin.
Perkembangan
bahasa lisan, tidak hanya memerlukan belajar kata-kata tetapi juga belajar
aturan-aturan penyusunan kata dan kalimat. Sebagai misal, anak-anak Amerika
belajar aturan-aturan bagaimana membentuk kata jamak sebelum mereka masuk taman
kanak-kanak. Berko (1985) menunjukkan kepada anak-anak pendidikan anak usia
dini sebuah gambar burung, yang disebut
“Wug”. Ia kemudian menunjukkan kepada mereka dua gambar seperti itu yang sama
dan mengatakan “Sekarang ada satu lagi yang lain. Jadi ada dua .” Anak-anak itu
menjawab, “Wugs”, ia menunjukkan bahwa mereka dapat menerapkan aturan-aturan
umum untuk pembentukan kata jamak pada suatu situasi baru.
2.
Membaca.
Belajar
membaca pada kelas rendah SD merupakan salah satu yang paling penting dari
seluruh tugas pengembangan dan masyarakat sering memandang keberhasilan sekolah
sebagai keberhasilan membaca. Proses belajar membaca dapat mulai sejak dini
apabila peserta didik-peserta didik telah terbiasa dengan lingkungan membaca.
Penelitian pada pemunculan kemampuan membaca atau emergent literacy (Gletzer
& Burke, 1994) telah menunjukkan bahwa anak-anak dapat membaca dan
pengetahuan ini menyumbang kepada keberhasilan dalam pembelajaran membaca di sekolah.
Sebagai misal, anak-anak kecil sering
telah belajar konsep bahwa tulisan huruf cetak disusun dari kiri ke kanan,
spasi antar kata-kata mempunyai maksud, dan buku dibaca dari muka ke belakang,
banyak anak-anak masa usia dini dapat
“membaca” buku dari awal sampai akhir dengan menginterpretasikan gambar-gambar
pada tiap halaman. Mereka memahami alur cerita dan sering dapat meramal apa
yang akan terjadi selanjutnya pada cerita yang sederhana.
Telah
terjadi debat berkepanjangan tentang metode pembelajaran membaca. Sejumlah guru
memilih pembelajaran langsung tentang foniks, sedangkan yang lain menentang
cara ini. Istilah bahasa seutuhnya atau whole language (Goodman & Goodman,
1989) digunakan untuk mengacu pada suatu rentang praktek pembelajaran yang luas
yang berusaha untuk meninggalkan pembelajaran membaca sebagai suatu himpunan
keterampilan diskret. Bahasa seutuhnya menekankan peserta didik membaca seluruh
cerita dan novel artikel surat kabar, dan materi nyata lainnya. Strategi ini
menekankan keterpaduan membaca dengan menulis dan menulis untuk tujuan dan
pembaca yang sebenarnya.
3.
Menulis.
Kebanyakan
anak-anak mulai memahami dasar-dasar menulis selama masa awal. Anak-anak seusia
3 tahun mengenali perbedaan antara tulisan dan lukisan. Mereka secara bertahap
mulai membedakan karakteristik tulisan yang khusus, misalnya apakah garis-garis
itu lurus atau lengkung, terbuka atau tertutup, diagonal, horizontal, atau
vertikal, dan bagaimana orientasi garis-garis itu. Namun pada saat duduk di
bangku sekolah dasar, banyak peserta didik yang terus menerus bingung
membedakan huruf-huruf seperti b dan d serta p dan q sampai mereka meyadari
bahwa orientasi huruf-huruf itu merupakan karakteristik yang penting (Temple,
Nathan, Temple, & Burris, 1993).
Banyak implikasi kedalam pembelajaran yang diperoleh dari mempelajari perkembangan bahasa peserta didik mengambil temuan dari dua sumber, yakni perilaku orang tua yang mendorong perkembangan bahasa lisan dan studi tentang anak-anak kecil yang belajar membaca tanpa pembelajaran formal di kelas. Rekomendasi yang paling sering diberikan termasuk membacakan bacaan untuk anak-anak, mengelilingi peserta didik-peserta didik dengan buku-buku dan materi tercetak lainnya, menyediakan berbagai macam materi tulisan, mendorong membaca dan menulis, dan tanggap terhadap pertanyaan-pertanyaan anak-anak tentang huruf, kata, dan ejaan (Schickedanz, 1982; Vukelich & Golden, 1984).
Guru dapat memperkaya ruang kelas dengan
berbagai macam kelengkapan. Kelas dapat memiliki fasilitas penulisan yang
dilengkapi bahan seperti komputer, huruf-huruf magnet, kapur tulis, pensil,
krayon, marker, dan kertas. Guru dapat mendorong keterlibatan anak dengan
tulisan dengan cara membaca dalam kelompok-kelompok kecil, menyediakan tutor
membaca untuk anak-anak secara individual, dan mengijinkan anak-anak untuk
memilih buku untuk dibaca. Pengalaman-pengalaman membaca bersama tutor yang
telah dikenal secara akrab mengijinkan anak-anak untuk membuka-buka halaman
buku, berhenti sejenak untuk melihat-lihat gambar atau mengajukan pertanyaan,
dan membaca bersama-sama dengan tutor dewasa. Pengalaman-pengalaman ini tidak
akan dapat terjadi begitu saja jika guru duduk di depan kelas sambil membaca
untuk kelompok peserta didik yang besar
Artikel
ini disalin dari : http://blog.tp.ac.id/perkembangan-bahasa-peserta-didik-usia-dini#ixzz22Tzel5yv
No comments:
Post a Comment